Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk triwulan II-2025 yang menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen (y-on-y). Pertumbuhan ekonomi Indonesia ini dinilai lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar 5,05 persen.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai sebesar 5,12 persen ini menunjukkan ketangguhan atau resiliensi di tengah ketidakpastian global dan dinamika geopolitik yang terjadi di berbagai negara.
Sebagai pembanding, Edy menyebut sejumlah negara tetangga juga mengalami pertumbuhan di tengah tekanan perdagangan internasional. Contohnya Vietnam yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 8,0 persen. Kemudian, Tiongkok 5,2 sebesar persen, dan Singapura sebesar 4,3 persen.
Edy menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode ini didorong oleh konsumsi masyarakat yang tetap terjaga. Menurutnya, hal tersebut didukung oleh stimulus fiskal, penyaluran bantuan sosial (bansos), gaji ke-13 PNS/TNI/POLRI, serta libur panjang yang mendorong peningkatan mobilitas penduduk.
Selain itu, Edy mengatakan, beberapa indikator seperti indeks penjualan eceran riil dan nilai impor barang konsumsi terus tumbuh, termasuk transaksi dari e-retail dan marketplace. Investasi juga tumbuh positif, diikuti oleh pertumbuhan belanja barang modal pemerintah dan impor barang-barang modal.
”Terjaganya aktivitas produksi, serta hasil dari respons kebijakan juga turut menopang kinerja perekonomian triwulan II-2025,” ungkap Edy dalam keterangannya dikutip dari siaran pers BPS yang berjudul “Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2025 Capai 5,12 persen”, pada Selasa, 5 Agustus 2025..
Edy menambahkan, dari sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa mencatat pertumbuhan sebesar 10,67 persen. Ia mengatakan bahwa peningkatan ini didorong oleh ekspor komoditas nonmigas, seperti lemak dan minyak hewan/nabati, besi dan baja, mesin, peralatan listrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Selain itu, peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara turut berkontribusi pada pertumbuhan ekspor jasa. Investasi, yang tercermin dalam komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), juga mencatat pertumbuhan impresif sebesar 6,99 persen. Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 0,33 persen.
Dari sisi lapangan usaha, Edy mengatakan, sektor industri pengolahan tumbuh 5,68 persen. Kinerja industri ini, khususnya industri makanan dan minuman, logam dasar, serta kimia, farmasi, dan obat tradisional, turut menopang pertumbuhan ekonomi. ”Pertumbuhan sektor industri pengolahan utamanya ditopang oleh meningkatnya permintaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya.
Untuk sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh 5,37 persen seiring peningkatan produksi domestik dan impor. Menurut Edy, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan aktivitas perdagangan barang domestik dan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
”Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh hingga 8,52 persen didukung oleh peningkatan jumlah penumpang angkutan rel dan laut, serta peningkatan jumlah barang yang diangkut pada seluruh moda transportasi,” ungkapnya.
Di sisi lain, subsektor angkutan udara mengalami kontraksi sebesar 0,12 persen. Namun, sektor informasi dan komunikasi mencatat pertumbuhan cukup tinggi sebesar 7,92 persen, didorong oleh meningkatnya lalu lintas data dan transaksi elektronik.
Secara spasial, Edy mengungkapkan ekonomi tumbuh positif di seluruh wilayah. Pulau Jawa dan Sulawesi mencatat pertumbuhan di atas rata-rata nasional, masing-masing sebesar 5,24 persen dan 5,83 persen. Sementara itu, Maluku dan Papua tetap tumbuh positif sebesar 3,33 persen, meskipun mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya.