Rancangan Regulatory Sandbox dan Revisi UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif serta PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan UU Ekonomi Kreatif
Rancangan Regulatory Sandbox untuk Indonesia yang mengadopsi dan mengadaptasi Guidelines Regulatory Sandbox AI Act dari Uni Eropa, dengan penyesuaian terhadap kondisi Indonesia.
Regulatory Sandbox AI untuk Indonesia
Membangun Inovasi AI yang Aman dan Berkelanjutan dalam Ekonomi Kreatif Digital Indonesia
1. Pendahuluan
Regulatory Sandbox AI adalah mekanisme pengujian regulasi yang memungkinkan inovator mengembangkan dan menguji teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam lingkungan yang terkendali.
Tujuan utama dari Regulatory Sandbox ini adalah sebagai berikut:
– Mendorong inovasi AI yang aman dan etis.
– Memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
– Melindungi hak dan keamanan publik.
– Mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif digital dan industri 4.0/5.0 di Indonesia.
Regulatory Sandbox ini didasarkan pada prinsip-prinsip dari AI Act Uni Eropa, dengan modifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia, termasuk regulasi data pribadi, keamanan siber, ekonomi kreatif, serta kebijakan industri dan inovasi nasional.
2. Prinsip Dasar Regulatory Sandbox AI
Regulatory Sandbox AI di Indonesia harus berlandaskan beberapa prinsip utama:
Berbasis Risiko (Risk-Based Approach)
– AI dikategorikan berdasarkan tingkat risiko terhadap masyarakat, privasi, dan keamanan nasional.
– AI dengan risiko tinggi (misalnya, sistem pengenalan wajah di ruang publik) harus memiliki pengawasan ketat.
Etika dan Kepatuhan terhadap Hak Asasi Manusia
– AI harus dikembangkan dan digunakan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, hukum yang berlaku, dan prinsip-prinsip HAM.
– Tidak boleh digunakan untuk diskriminasi atau pelanggaran hak individu.
Kepatuhan terhadap Regulasi Data dan Keamanan Siber
– Harus sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Peraturan OJK, dan regulasi keamanan siber nasional.
– AI yang memproses data pribadi harus menerapkan privacy by design.
Mendukung Inovasi dan Ekonomi Kreatif Digital
– Regulatory Sandbox AI harus menjadi tempat pengujian yang fleksibel bagi startup, UMKM digital, dan industri kreatif.
– Regulasi tidak boleh menghambat inovasi, tetapi harus memastikan AI berkembang secara bertanggung jawab.
Transparansi dan Akuntabilitas
– AI harus dapat diaudit, dijelaskan, dan dikontrol oleh manusia.
– Pengguna harus diberi informasi yang jelas jika berinteraksi dengan AI.
3. Kategori dan Pengelompokan AI dalam Regulatory Sandbox
Regulatory Sandbox AI di Indonesia mengacu pada AI Act Uni Eropa, yang membagi AI ke dalam kategori risiko:
A. AI Berisiko Tinggi (High-Risk AI)
Harus melalui pengawasan ketat karena dampaknya besar terhadap masyarakat.
Contoh:
– AI dalam sektor keuangan (evaluasi kredit, asuransi).
– AI untuk kesehatan (diagnosis medis berbasis AI).
– AI dalam sistem hukum (pemrosesan dokumen hukum, prediksi kasus).
– Pengenalan wajah dan biometrik di ruang publik.
– AI untuk rekrutmen dan SDM (penyaringan otomatis pelamar kerja).
B. AI dengan Risiko Sedang (Medium-Risk AI)
AI yang memerlukan regulasi tetapi dengan pengawasan lebih ringan.
Contoh:
– AI dalam layanan pelanggan (chatbot, voice assistant)
– Sistem rekomendasi konten digital (misalnya, algoritma rekomendasi di e-commerce dan platform streaming).
– AI untuk optimasi logistik dan rantai pasok.
– AI dalam manajemen kota pintar (smart city management).
C. AI dengan Risiko Rendah (Low-Risk AI)
AI yang tidak membutuhkan regulasi ketat, tetapi tetap harus sesuai dengan prinsip etika.
Contoh:
– AI untuk analisis data bisnis dan pemasaran.
– AI dalam otomasi dokumen dan administrasi.
– Sistem AI dalam gim dan hiburan.
4. Mekanisme Regulatory Sandbox AI
Regulatory Sandbox AI di Indonesia harus memiliki proses yang jelas, yaitu:
A. Pendaftaran dan Evaluasi Awal
– Startup, perusahaan, atau institusi yang ingin menguji AI harus mendaftar ke Badan Pengawas AI Nasional (bisa dalam naungan Kemenkomdigi, BRIN, atau OJK untuk sektor keuangan).
– Pengajuan harus mencakup deskripsi teknologi, tujuan, dan mitigasi risiko.
– Evaluasi awal akan menentukan kategori risiko AI tersebut.
B. Fase Pengujian dalam Lingkungan Terkendali
– AI diuji dalam lingkungan yang dikontrol dengan batasan tertentu (misalnya, pengujian pengenalan wajah hanya dalam skala kecil sebelum diterapkan di area publik).
– Pengujian akan dipantau oleh regulator dan tim independen.
C. Pemantauan dan Evaluasi Dampak
– AI diuji untuk keamanan, bias algoritma, dan dampak sosial.
– Jika lolos, AI dapat diberikan izin terbatas sebelum diterapkan secara luas.
– Jika ada masalah etika atau keamanan, AI harus diperbaiki atau dilarang.
D. Izin dan Implementasi Skala Besar
– Jika AI telah memenuhi standar etika dan keamanan, maka dapat diberikan izin komersial atau diterapkan dalam skala lebih luas.
– Evaluasi berkala tetap dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan atau efek negatif yang tidak terduga.
5. Regulasi Pendukung dan Kelembagaan
Regulatory Sandbox AI memerlukan dukungan regulasi dan kelembagaan yang kuat:
A. Lembaga Pengawas AI Indonesia
– Badan Pengawas AI Nasional harus dibentuk, dengan koordinasi antara Kemenkominfo, BRIN, OJK, dan BSSN.
– Lembaga ini akan mengawasi pengujian AI, memberikan sertifikasi, dan menegakkan standar etika.
B. Harmonisasi Regulasi
– Integrasi dengan UU PDP, Peraturan OJK, UU ITE, dan regulasi keamanan siber agar regulasi AI tidak tumpang tindih.
– Standardisasi dengan referensi dari ISO AI, AI Act Uni Eropa, dan regulasi AI OECD.
C. Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Akademisi
– Keterlibatan industri kreatif, startup, universitas, dan komunitas riset AI dalam perumusan kebijakan.
– Pendanaan riset AI etis dan inovasi berbasis AI di Indonesia.
6. Studi Kasus Implementasi Regulatory Sandbox AI
Beberapa contoh implementasi Regulatory Sandbox AI yang bisa diterapkan di Indonesia:
A. AI dalam Keuangan (Fintech & Perbankan)
– Regulatory Sandbox bisa digunakan untuk menguji AI dalam scoring kredit berbasis data alternatif sebelum diterapkan luas.
– OJK dapat mengawasi pengujian ini untuk memastikan keadilan dalam akses kredit dan mencegah diskriminasi berbasis data.
B. AI dalam Smart City (Jakarta & IKN)
– AI untuk manajemen lalu lintas, deteksi banjir, dan efisiensi energi diuji di lingkungan terkendali sebelum diimplementasikan skala penuh.
– Sandbox ini dikelola oleh Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta.
C. AI dalam Ekonomi Kreatif
– AI untuk generative content dalam film, desain, dan musik diuji untuk melihat dampaknya terhadap hak cipta dan monetisasi konten.
– Pengawasan oleh Bekraf dan komunitas kreatif untuk menjaga keseimbangan inovasi dan perlindungan karya seniman.
7. Kesimpulan
Regulatory Sandbox AI adalah langkah strategis bagi Indonesia untuk mengembangkan AI secara bertanggung jawab, inovatif, dan sesuai regulasi. Dengan pendekatan berbasis risiko dan prinsip etika, AI dapat menjadi kekuatan positif dalam ekonomi digital dan transformasi industri 5.0 di Indonesia.
Pendekatan ini juga mendukung visi Indonesia sebagai pusat inovasi AI di Asia Tenggara, dengan kebijakan yang mendorong inovasi tetapi tetap mengutamakan keselamatan dan kepentingan publik.
—
Berdasarkan Regulatory Sandbox AI yang telah disusun dan peraturan perundang-undangan yang telah diunggah (UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif dan PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan UU Ekonomi Kreatif), ada beberapa aspek dalam regulasi yang perlu diperbaiki atau diperbarui agar mendukung implementasi AI dalam ekonomi kreatif dan industri digital.
1. Perubahan yang Dibutuhkan dalam UU No. 24 Tahun 2019
(Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif)
A. Definisi AI dalam Ekonomi Kreatif Digital
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 1 (Definisi Ekonomi Kreatif dan Pelaku Ekonomi Kreatif Digital)
Tambahan:
Perlu memasukkan definisi AI dalam Ekonomi Kreatif Digital, seperti:
AI dalam Ekonomi Kreatif Digital adalah teknologi kecerdasan buatan yang digunakan untuk mendukung proses kreasi, produksi, distribusi, dan monetisasi karya berbasis kekayaan intelektual dalam ekosistem ekonomi kreatif Digital.
Alasan perubahan:
Saat ini AI memainkan peran besar dalam seni, musik, desain, dan konten digital. Perubahan ini akan memberikan kepastian hukum bagi pelaku ekonomi kreatif yang memanfaatkan AI.
B. Integrasi AI dalam Ekosistem Ekonomi Kreatif Digital
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 9 & 10 (Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif Digital)
Tambahan:
– AI harus dimasukkan sebagai bagian dari infrastruktur yang mendukung ekonomi kreatif digital.
– Perlu ada pengaturan terkait pemanfaatan AI untuk pemasaran, analisis data, dan produksi kreatif.
C. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (KI) dalam AI
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 23 & 24 (Fasilitasi & Perlindungan Kekayaan Intelektual)
Tambahan:
– Perlindungan KI atas karya yang dihasilkan oleh AI.
– Regulasi mengenai hak cipta bagi karya yang dibuat dengan bantuan AI.
– Penggunaan AI dalam sistem pemantauan pelanggaran KI.
Alasan perubahan:
Banyak karya seni dan desain kini dibuat dengan bantuan AI. Regulasi ini memastikan bahwa hak pencipta tetap terlindungi.
D. Insentif bagi AI dalam Ekonomi Kreatif Digital
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 22 (Insentif bagi Pelaku Ekonomi Kreatif Digital)
Tambahan:
– Insentif khusus bagi startup dan inovator AI di bidang ekonomi kreatif digital.
– Pembebasan pajak atau bantuan finansial untuk pengembangan AI berbasis open-source di sektor ekonomi kreatif digital.
Alasan perubahan:
Tanpa insentif, inovator AI mungkin kesulitan mengembangkan teknologi yang mendukung sektor kreatif.
2. Perubahan yang Dibutuhkan dalam PP No. 24 Tahun 2022
(Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019)
A. Skema Pembiayaan AI dalam Ekonomi Kreatif Digital”
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 4 – 7 (Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual)
Tambahan:
– AI dapat dijadikan aset intelektual yang bisa dijaminkan untuk mendapatkan pembiayaan dari bank atau fintech.
– Peningkatan akses pendanaan berbasis AI melalui crowdfunding dan tokenisasi aset digital
Alasan perubahan:
Banyak inovasi AI dalam ekonomi kreatif yang membutuhkan modal besar. Dengan skema ini, pelaku kreatif bisa memanfaatkan teknologi AI tanpa hambatan modal.
B. Pengembangan Sistem Pemasaran Berbasis AI
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 18 – 21 (Pengembangan Sistem Pemasaran Berbasis Kekayaan Intelektual)
Tambahan:
– AI harus diakui sebagai alat pemasaran yang sah dan mendapatkan dukungan regulasi.
– Platform pemasaran berbasis AI yang menggunakan big data dan machine learning harus memiliki pedoman etika yang jelas.
Alasan perubahan:
Saat ini, sistem rekomendasi berbasis AI digunakan di platform digital seperti e-commerce, streaming, dan media sosial. Regulasi ini akan memastikan transparansi dan keadilan dalam pemasaran berbasis AI.
C. Infrastruktur AI dalam Ekonomi Kreatif Digital
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 30 – 32 (Infrastruktur Ekonomi Kreatif Digital)
Tambahan:
– AI harus menjadi bagian dari infrastruktur ekonomi kreatif digital.
– Pemerintah perlu mendorong pembangunan superkomputer dan pusat data AI untuk ekonomi kreatif digital.
– Peningkatan akses ke cloud computing dan AI-as-a-Service (AIaaS) bagi startup ekonomi kreatif digital.
Alasan perubahan:
Tanpa infrastruktur yang mendukung, pengembangan AI dalam ekonomi kreatif digital akan terhambat oleh keterbatasan sumber daya komputasi.
D. Keamanan dan Etika AI
Pasal yang perlu diperbarui:
Pasal 39 (Peran Serta Masyarakat)
Tambahan:
– AI dalam ekonomi kreatif harus mematuhi prinsip etika, transparansi, dan non-diskriminasi.
– Harus ada regulasi yang melarang deepfake, penyalahgunaan AI dalam manipulasi konten, dan bias algoritma.
Alasan perubahan:
Regulasi ini penting untuk mencegah penyalahgunaan AI dalam ekonomi kreatif digital, seperti pembuatan deepfake atau plagiarisme otomatis.
3. Kesimpulan
Untuk memastikan Regulatory Sandbox AI dapat berjalan dengan optimal dalam konteks ekonomi kreatif di Indonesia, UU No. 24 Tahun 2019 dan PP No. 24 Tahun 2022 perlu diperbarui dengan memasukkan elemen-elemen berikut:
- Definisi AI dalam Ekonomi Kreatif Digital untuk memberikan kepastian hukum.
- Integrasi AI dalam Ekosistem Ekonomi Kreatif Digital, termasuk riset dan pengembangan.
- Perlindungan KI bagi Karya AI untuk melindungi hak pencipta dan pengguna teknologi.
- Skema Insentif AI untuk mendukung startup dan inovator AI di bidang kreatif.
- Pembiayaan AI sebagai Aset Intelektual, agar AI bisa dijadikan jaminan kredit.
- Sistem Pemasaran AI yang Transparan, dengan regulasi etika dan anti-diskriminasi.
- Infrastruktur AI yang Mendukung Ekonomi Kreatif Digital, termasuk cloud computing dan AIaaS.
- Etika dan Keamanan AI, untuk mencegah penyalahgunaan teknologi AI dalam ekonomi kreatif.
Langkah Selanjutnya:
Usulan revisi UU dan PP ini dapat diajukan kepada DPR atau Kemenkomdigi, terutama untuk mendukung roadmap AI nasional dan ekosistem ekonomi kreatif digital.
Diskusi dengan pemangku kepentingan seperti startup AI, komunitas kreatif, regulator, dan akademisi untuk menyempurnakan regulasi ini.
Dengan perubahan ini, Indonesia dapat menjadi pusat inovasi AI dalam ekonomi kreatif digital, sekaligus memastikan teknologi ini berkembang secara bertanggung jawab, etis, dan sesuai regulasi nasional.