Strategi Penguatan Ekonomi Kreatif 2025-2029

Komunitas Pelangi Nusantara (Pelanusa) menggelar pameran produk kriya daur ulang dari limbah fesyen bertajuk "Gelar Karya Jelonusa" saat kegiatan Festival Mbois 9 atau FMIX di Malang Creative Center (MCC), Kota Malang, pada Sabtu, 9 November 2024. Foto: FMIX/Anom Harya/HO/EPOCHSTREAM

I Dengarkan Berita

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Indonesia telah menetapkan delapan prioritas utama. Salah satunya adalah pengembangan industri kreatif, yang akan menjadi motor penggerak ekonomi masa depan.

Menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, transformasi ekonomi kreatif menjadi sangat penting untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Namun, bagaimana strategi ini akan dijalankan dan apa tantangan yang perlu dihadapi?

Penguatan Ekosistem Kekayaan Intelektual (KI)

Salah satu langkah kunci dalam pengembangan ekonomi kreatif adalah penguatan ekosistem kekayaan intelektual (KI). Dalam RPJMN, hal ini ditekankan sebagai salah satu strategi penting. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif – saat ini telah menjadi dua Kementerian terpisah, mengungkapkan bahwa upaya ini mencakup pendaftaran, edukasi, perlindungan, dan komersialisasi KI dengan dukungan dari forum global seperti World Conference on Creative Economy (WCCE). Namun, meskipun langkah ini menunjukkan arah yang positif, masih ada kekurangan dalam hal spesifikasi target, mekanisme edukasi, dan platform untuk komersialisasi KI yang lebih konkret.

Kelemahan: Fokus yang masih terlalu global dan kurangnya detail tentang target pendaftaran dan implementasi lokal dapat membatasi dampak dari strategi ini.

Penguatan Data Ekonomi Kreatif

Untuk mendukung transformasi ekonomi kreatif yang berbasis bukti, penting untuk memiliki data yang kuat. Di sini, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) berkomitmen untuk mengelola data ekonomi kreatif melalui sistem Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), yang akan tercakup dalam RPJMN 2025-2029. Namun, pengelolaan data ekonomi kreatif masih sangat bergantung pada data lama dari BPS 2017-2019, tanpa adanya sistem terpadu yang dapat mendukung sektor ini secara menyeluruh.

Kelemahan: Minimnya spesifikasi tentang sistem data dan pembaruan yang lebih sering menjadi hambatan utama dalam merencanakan kebijakan berbasis data yang lebih tepat sasaran.

Perluasan Pasar Domestik dan Global

Mengembangkan pasar domestik dan internasional adalah strategi yang tak kalah penting. Kemenparekraf telah menekankan pentingnya promosi terpadu dan pengembangan sentra kreatif untuk mendukung ekonomi kreatif. Namun, meskipun fokus pada infrastruktur fisik seperti ruang pameran dan bioskop, RPJMN tampaknya kurang menyoroti pentingnya pemasaran digital yang saat ini semakin mendominasi dunia global.

Kelemahan: Ketergantungan pada infrastruktur fisik, tanpa menanggapi tren digitalisasi global, bisa membuat Indonesia tertinggal dalam ekonomi berbasis digital.

Afirmasi untuk Produk Kreatif Lokal

Salah satu cara untuk memajukan ekonomi kreatif adalah dengan memberikan afirmasi pada produk kreatif lokal. Pemerintah telah menekankan pembangunan yang merata melalui penguatan ekonomi daerah, yang dapat memberikan ruang lebih bagi produk-produk lokal. Program seperti “Bangga Buatan Indonesia” menunjukkan upaya yang cukup untuk membantu UMKM kreatif, meskipun masih terbatas dalam cakupannya.

Kelemahan: Banyak daerah di luar provinsi prioritas, seperti Papua dan Maluku, yang belum mendapat perhatian cukup. Strategi ini berpotensi memperburuk ketimpangan wilayah.

Peningkatan Kapasitas Pelaku Kreatif

Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor ekonomi kreatif menjadi hal yang tak kalah penting. Kemenparekraf telah menggarisbawahi pentingnya pelatihan, sertifikasi, inkubasi produk, dan riset kolaboratif untuk meningkatkan daya saing global. Meski demikian, implementasi skala besar pelatihan dan sertifikasi masih jauh dari ideal, dengan hanya sekitar 7% tenaga kerja di sektor aplikasi/gim yang telah tersertifikasi.

Kelemahan: Kapasitas pelatihan yang terbatas untuk subsektor kreatif strategis seperti aplikasi/gim membuat banyak pelaku industri terhambat untuk berkompetisi di tingkat global.

Infrastruktur Ekonomi Kreatif yang Terintegrasi

Membangun infrastruktur ekonomi kreatif juga menjadi bagian penting dari strategi ini. Pengembangan sentra kreatif dan klaster di berbagai daerah akan menjadi titik fokus, dengan pengelolaan yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta. Meski demikian, banyak sentra kreatif yang tidak berjalan optimal karena ketidakjelasan dalam model bisnis dan kelembagaan pengelolaannya.

Kelemahan: Tanpa model kelembagaan yang jelas dan pengelolaan yang lebih profesional, sentra-sentra kreatif ini berisiko menjadi proyek yang sia-sia.

Skema Pendanaan yang Belum Optimal

Dalam hal pendanaan, meskipun anggaran untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif cukup besar, yakni mencapai Rp1,76 triliun pada 2025, belum ada informasi yang jelas tentang skema pendanaan khusus untuk industri kreatif seperti Indonesia Creative Content Fund. Sumber pembiayaan yang terfragmentasi membuat pelaku usaha mikro dan kecil kesulitan dalam mengakses dana yang dibutuhkan.

Kelemahan: Kurangnya transparansi dalam skema pendanaan dan akses yang terbatas bagi pelaku usaha mikro membuat ekosistem ekonomi kreatif kurang inklusif.

Solusi untuk Mewujudkan Prioritas Nasional

Untuk memastikan keberhasilan dari RPJMN 2025-2029 dalam mencapai prioritas nasional, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan:

  • Spesifikasi Target dan Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk setiap strategi, misalnya target pendaftaran KI atau jumlah pelaku kreatif yang tersertifikasi.
  • Fokus pada Afirmasi Daerah Tertinggal dengan memberikan insentif khusus untuk provinsi yang belum terjangkau oleh pengembangan ekonomi kreatif.
  • Digitalisasi dan Platform Pemasaran harus menjadi prioritas utama, untuk menyesuaikan dengan perkembangan tren global.
  • Transparansi Skema Pembiayaan dengan meluncurkan platform pendanaan kreatif yang lebih inklusif bagi pelaku mikro dan usaha kecil.

Jika langkah-langkah ini dapat dijalankan dengan tepat, bukan tidak mungkin Indonesia akan mampu mencapai visi ekonomi kreatif yang lebih maju dan berdaya saing global pada 2029.

Related posts

Malang Raya Siap Sambut ICCF 2025

MERA. – Brand Coffee yang Nabrak Teori Branding

Prabowo Resmikan 80.081 Koperasi Merah Putih