Kreatif, Hijau, dan Inklusif: Jalan Baru Ekonomi Indonesia

Masa depan ekonomi kreatif harus dibangun di atas empat pilar: keterbukaan, keberlanjutan, ketahanan, dan inklusivitas. Foto: Freepik

I Dengarkan Berita

Ekonomi kreatif kerap disebut sebagai “tambang emas baru” Indonesia. Musik, film, fashion, kuliner, hingga aplikasi digital bukan hanya menyumbang angka pada PDB, tapi juga membuka lapangan kerja bagi jutaan orang. Namun, dunia yang penuh gejolak—dari krisis iklim, pandemi, hingga konflik geopolitik—mengingatkan kita bahwa pertumbuhan semata tidak cukup.

Masa depan ekonomi kreatif harus dibangun di atas empat pilar: keterbukaan, keberlanjutan, ketahanan, dan inklusivitas.

Kreativitas Tanpa Batas

Di era digital, inovasi tidak lagi lahir dari ruang tertutup. Ide-ide segar justru muncul dari kolaborasi lintas disiplin—seniman, pengusaha, akademisi, hingga pemerintah. Inilah yang disebut keterbukaan strategis: membangun kreativitas bersama, berbagi data, dan bekerja sama lintas sektor maupun negara.

Bagi Indonesia dan ASEAN, keberagaman budaya adalah modal tak ternilai untuk menembus pasar global. Tantangannya tinggal memastikan kebijakan publik cukup lentur untuk memfasilitasi kolaborasi ini.

Hijau Itu Kreatif

Ekonomi kreatif masa depan tak bisa lepas dari isu lingkungan. Mulai dari produksi film bebas limbah, fesyen ramah lingkungan, hingga aplikasi digital yang hemat energi—semua harus bergerak ke arah industri hijau.

Prinsip ekonomi sirkular (reduce, reuse, recycle) bisa menjadi pedoman. Pemerintah dapat mendukung dengan insentif fiskal dan program penghijauan industri. Dengan begitu, karya kreatif kita bukan hanya keren, tapi juga punya jejak karbon yang lebih kecil.

Rantai Pasok yang Kuat

Pandemi COVID-19 membuktikan rapuhnya rantai pasok global. Industri kreatif ikut terpukul: produksi tertunda, bahan baku langka, hingga pasar terhambat. Karena itu, manajemen risiko rantai pasok menjadi wajib.

Langkahnya sederhana tapi vital: menjaga arus kas, mempererat hubungan dengan pemasok, dan memperbanyak mitra strategis. Kreativitas pun berperan—dengan desain yang fleksibel, produk bisa lebih tahan terhadap gejolak pasar.

Pekerja Kreatif, Fokus Perhatian

Tak ada ekonomi kreatif tanpa pekerja kreatif. Namun, digitalisasi dan otomatisasi membuat banyak keterampilan cepat usang. Solusinya: pelatihan digital, beasiswa, dan pelindungan bagi freelancer yang jumlahnya terus bertambah.

Dengan kebijakan yang inklusif, tenaga kerja kreatif tidak hanya siap menghadapi perubahan, tapi juga bisa menjadi motor pemulihan ekonomi sekaligus perekat sosial.

Jalan menuju Masa Depan

Masa depan ekonomi kreatif bukan sekadar menghasilkan karya yang mendunia. Ia harus:

> Kreatif dalam ide,
> Hijau dalam praktik,
> Tangguh menghadapi risiko, dan
> Adil bagi semua pekerja.

Jika empat pilar ini ditegakkan, Indonesia bukan hanya menjadi pemain, tetapi juga pemimpin dalam ekonomi kreatif global.

Related posts

DPR Bikin Sistem Pengaduan, Tapi Aspirasi Rakyat Hanya Jadi Ilusi

Di Antara Cinta dan Pengkhianatan

Reformasi Komisaris BUMN, Ujian Nyata bagi Transparansi dan Akuntabilitas Publik