Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkenalkan pemanfaatan teknologi Akal Imitasi atau Artificial Intelligence (AI) sebagai salah satu inovasi untuk meningkatkan akurasi Prediksi Musim Hujan 2025/2026.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa penggunaan AI ini menjadi langkah terobosan pihaknya dalam penyusunan prediksi curah hujan yang lebih cepat, detail, dan presisi hingga tingkat kabupaten untuk prediksi iklim.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa teknologi AI telah mulai digunakan secara operasional dalam Climate Outlook 2025 atau Pandangan Iklim 2025. Menurutnya, pemanfaatan AI tersebut membuat prediksi berbasis data empiris menjadi lebih presisi.
Oleh karena itu, dengan pemanfaatan AI dalam prediksi curah hujan ini, dia berharap informasi yang dihasilkan dapat lebih relevan dan bermanfaat bagi sektor pertanian, energi, kesehatan, infrastruktur, serta kebencanaan yang sangat bergantung pada kondisi iklim.
”Di tengah tantangan perubahan iklim global yang kian sulit diproyeksikan, inovasi ini memastikan informasi BMKG tetap andal dan berguna bagi masyarakat,” ujarnya saat Rapat Nasional Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Yogyakarta, pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Rapat Nasional Prediksi Musim Hujan tahun ini menghadirkan perwakilan dari 34 provinsi, lima Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG), serta puluhan stasiun klimatologi, meteorologi, dan geofisika di seluruh Indonesia.
Forum ini membahas dinamika iklim terkini, termasuk kondisi netral pada fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang membuat arah musim hujan lebih sulit diprediksi karena tidak aktifnya dominasi driver iklim regional tersebut. Menurut Dwikorita, kondisi netral ENSO dan IOD menuntut kewaspadaan lebih tinggi.
”Kemarau tahun ini justru ditandai banjir di Jabodetabek pada Juli, sementara di Sumatera dan Kalimantan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Ini membuktikan bahwa pengetahuan tentang ENSO dan IOD saja tidak cukup. Kita harus mengantisipasi faktor regional dan anomali lokal dengan pendekatan baru, termasuk melalui teknologi AI,” ujarnya.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, kemudian menambahkan bahwa meski prediksi iklim tidak mudah, di wilayah tropis Indonesia terdapat sinyal prediktabilitas dari informasi karakter laut yang bisa dimanfaatkan untuk memprediksi pola hujan.
“Yang terpenting adalah bagaimana kita mengkomunikasikan tingkat kepastian maupun ketidakpastian kepada pengguna. Sangat penting bagi informasi yang kita hasilkan untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau perencanaan, daripada masyarakat dan pemangku kepentingan tidak punya pegangan informasi sama sekali,” ujarnya.
Selain merumuskan prediksi musim hujan, forum ini juga diharapkan melahirkan rekomendasi adaptasi dan mitigasi yang dapat digunakan lintas sektor. Dalam hal ini, BMKG menegaskan pentingnya kolaborasi dengan kementerian dan lembaga agar informasi iklim benar-benar dijadikan dasar perencanaan pembangunan, pengelolaan pangan dan energi, hingga kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi.
Rapat Nasional Prediksi Musim Hujan berlangsung pada 25–29 Agustus 2025 di Yogyakarta. Hasil prediksi resmi akan diumumkan awal September dan disosialisasikan lebih lanjut dalam National Climate User Forum bersama pemangku kepentingan.

