Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Balai Besar MKG (BBMKG) Wilayah IV Makassar memperkenalkan prototipe alat peringatan dini bencana yang dirancang dengan biaya rendah dan dapat diimplementasikan di berbagai wilayah rawan bencana. Inovasi ini lahir dari kebutuhan mendesak untuk memperkuat kesiapsiagaan masyarakat, menyusul seringnya banjir dan kejadian hidrometeorologi di daerah hulu dan kawasan berisiko lainnya.
Pengembangan prototipe alat peringatan dini bencana ini merupakan tindak lanjut dari inisiatif yang diberikan Kepala Balai kepada Muhammad Syamsudin, sebagai tim teknis Infrastruktur MKG BBMKG Wilayah IV Makassar. Tujuannya untuk menghadirkan solusi praktis yang dapat ditempatkan di wilayah terdampak atau daerah yang berpotensi mengalami bencana, termasuk kawasan di Sulawesi Selatan.
Syamsudin menjelaskan perangkat ini dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir dan mampu mendeteksi berbagai parameter cuaca penting. “Sistem yang kami kembangkan selama beberapa tahun terakhir ini merupakan stasiun pemantauan cuaca otomatis (Automatic Weather Station) yang tangguh dan mandiri. Sistem ini mampu mengukur parameter cuaca utama, yang terdiri dari Suhu, Kelembaban, Tekanan Udara, Arah Angin, Kecepatan Angin, Curah Hujan, dan Radiasi Matahari,” kata Syamsudin pada, Kamis, 4 Desember 2025.
Selain itu, Syamsudin menegaskan bahwa sistem ini juga dilengkapi dengan kemampuan diagnostik internal canggih, meliputi pemantauan tegangan baterai, tegangan solar panel, tegangan operasional, konsumsi arus total, suhu prosesor, kondisi RAM, serta kapasitas penyimpanan. Kelengkapan ini memastikan sistem dapat beroperasi secara mandiri dan mendukung deteksi serta diagnosis masalah secara waktu nyata (real-time).
Seluruh data hasil pemantauan—mulai dari suhu, curah hujan, hingga kecepatan angin—dikirim secara otomatis ke server pusat melalui sistem komunikasi yang aman, yaitu Jaringan Pribadi Virtual (Virtual Private Network atau VPN). Penggunaan VPN ini menciptakan “jalur komunikasi rahasia” antara alat di lokasi terpencil dan kantor BMKG. Dengan cara ini, pemantauan status alat dan data cuaca dapat dilakukan langsung dari kantor tanpa perlu tim teknis mendatangi lokasi alat secara langsung.
Menurut Syamsudin, teknologi ini juga memungkinkan penanganan gangguan jarak jauh (remote troubleshooting). Artinya, ketika terjadi masalah pada alat (misalnya, sensor error atau baterai lemah), tim teknis dapat memeriksa dan mengatasi sebagian besar gangguan tersebut dari kantor BMKG menggunakan kontrol jarak jauh. Hal ini secara signifikan meningkatkan efisiensi operasional sekaligus mempercepat respons teknis terhadap anomali data cuaca.
Keunggulan lain dari prototipe ini adalah proses pengembangannya yang sepenuhnya dilakukan secara mandiri. Tim memanfaatkan pencetak tiga dimensi (3D printer) untuk merakit seluruh struktur perangkat, serta merancang sendiri komponen elektronik berbasis Analog to Digital Converter (ADC) yang dapat mendukung berbagai sensor yang tersedia. Selain fleksibel, biaya produksinya pun sangat hemat karena diproduksi sendiri.
Lebih lanjut, desain sistem ini telah memenuhi standar perangkat yang digunakan BMKG saat ini. Syamsudin menambahkan bahwa sebelum seluruh instrumen BMKG beralih ke teknologi berbasis VPN, prototipe ini sudah mengadopsi sistem tersebut, menjadikannya contoh awal bagi pengembangan Automatic Weather Station maupun Automatic Rain Gauge yang dapat dikendalikan dari jarak jauh.
“Alat ini dilengkapi dengan sistem komunikasi yang dapat mengirim data ke server, kemudian interkoneksi dilakukan menggunakan VPN, sehingga walaupun alat ini berada di luar daerah atau di daerah yang sangat jauh, kami tetap memiliki kontrol yang sangat baik untuk alat ini. Jadi kami bisa melakukan remote dari kantor menuju ke site tanpa harus mengunjungi site tersebut,” kata Syamsudin.
Dengan menggunakan sistem ini, pengoperasian alat dapat sepenuhnya dikendalikan dari jarak jauh. Teknologi ini memungkinkan tim teknis BMKG melakukan pemantauan, pengecekan status sensor, hingga penanganan awal gangguan tanpa harus datang langsung ke lokasi pemasangan perangkat. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mempercepat proses respons ketika parameter cuaca menunjukkan anomali.
Kemampuan pemantauan jarak jauh (remote monitoring) menjadi penting pada fungsi prototipe, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki akses terbatas atau berisiko tinggi terhadap bencana hidrometeorologi. Dengan kontrol sistem yang tetap stabil meskipun alat ditempatkan jauh dari kantor, kualitas data observasi dapat terjaga dan mendukung keandalan peringatan dini yang disampaikan kepada masyarakat.
Inovasi ini sekaligus menandai langkah maju dalam modernisasi peralatan operasional BMKG, di mana teknologi yang dikembangkan secara mandiri mampu menjawab kebutuhan lapangan secara cepat dan adaptif. Prototipe ini tidak hanya memperkuat kemampuan monitoring cuaca di wilayah rawan bencana, tetapi juga menjadi kebanggaan bagi BBMKG Makassar sebagai karya asli para insan BMKG.
Dengan hadirnya inovasi prototipe alat peringatan dini bencana ini, BMKG berharap kemampuan mitigasi bencana di tingkat lokal dapat semakin meningkat. Prototipe tersebut juga diharapkan dapat menjadi model yang bisa diimplementasikan di berbagai wilayah Indonesia, khususnya yang rawan mengalami bencana, sekaligus memperkuat jaringan pemantauan cuaca nasional.