Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Dengan luas yang mencapai 145,28 km² dan dihuni 895.387 jiwa, Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya, kota terbesar ke-12 di Indonesia, dan kota ke-18 terpadat se-Indonesia.
Asal Usul Nama Malang
Kota Malang didirikan pada 1 April 1914 saat masa Pemerintahan Belanda dengan dengan E.K Broeveldt sebagai wali kota pertama. Bersama Kota Batu dan Kabupaten Malang, Kota Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya.
Secara etimologi (asal-usul), nama “Malang” muncul pertama kali pada Prasasti Pamotoh atau Prasasti Ukir Negara (1120 Saka/1198 Masehi) yang ditemukan pada tanggal 11 Januari 1975 oleh seorang administrator perkebunan Bantaran di Wlingi, Kabupaten Blitar.
Dalam prasasti tersebut, tertulis salah satu bagiannya (dengan terjemahannya sebagai berikut) sebagai berikut.
…taning sakrid Malang-akalihan
wacid lawan macu pasabhanira
dyah Limpa Makanagran I…
Artinya:
…di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang
bersama wacid dan mancu,
persawahan Dyah Limpa yaitu…
Malang di sini merujuk pada sebuah daerah di timur Gunung Kawi. Meskipun telah diketahui bahwa penggunaan Malang setidaknya telah berlangsung sejak abad ke-12 Masehi, tidak bisa dipastikan asal mula penamaan wilayahnya.
Hipotesis pertama merujuk pada nama sebuah bangunan suci bernama Malangkuçeçwara. Bangunan suci tersebut disebut dalam dua prasasti Raja Balitung dari Mataram Kuno, yakni Prasasti Mantyasih tahun 907 Masehi dan Prasasti 908 Masehi.
Para ahli masih belum memperoleh kesepakatan di mana bangunan tersebut berada. Di satu sisi, ada sejumlah ahli yang menyebutkan bahwa bangunan Malangkuçeçwara terletak di daerah Gunung Buring, suatu pegunungan yang membujur di sebelah timur Kota Malang di mana terdapat salah satu puncaknya bernama “Malang”. Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci tersebut di daerah Tumpang, Kabupaten Malang.
Di daerah tersebut, terdapat sebuah desa bernama Malangsuka, yang menurut para ahli sejarah berasal dari kata Malangkuça yang diucapkan terbalik. Pendapat ini diperkuat oleh keberadaan peninggalan-peninggalan kuno di sekitar Tumpang seperti Candi Jago dan Candi Kidal yang merupakan wilayah Kerajaan Singhasari.
Nama Malangkuçeçwara sendiri terdiri atas 3 kata, yakni mala yang berarti kebatilan, kecurangan, kepalsuan, dan kejahatan, angkuça yang berarti menghancurkan atau membinasakan, dan içwara yang berarti Tuhan. Oleh karena itu, Malangkuçeçwara berarti “Tuhan telah menghancurkan yang batil”.
Hipotesis kedua, nama Malang disebutkan merujuk pada sebuah kisah penyerangan pasukan Kesultanan Mataram ke Malang pada 1614 yang dipimpin oleh Tumenggung Alap-Alap.
Menurut cerita rakyat, terdapat sebuah percakapan antara Tumenggung Alap-Alap dengan salah satu pembantunya mengenai kondisi wilayah Malang sebelum penyerangan dimulai.
Pembantu dari Tumenggung Alap-Alap tersebut menyebut warga dan prajurit dari daerah tersebut sebagai penduduk yang “menghalang-halangi” (malang dalam Bahasa Jawa) kedatangan dari pasukan Mataram. Setelah penaklukan tersebut, pihak Mataram menamakan daerah itu Malang.
Sejarah Kota Malang
Masa Prasejarah
Wilayah cekungan Malang telah ada sejak masa Prasejarah sebagai kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuat wilayah Malang menjadi kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah.
Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.
Meskipun hipotesis-hipotesis tersebut belum ditentukan kebenarannya, dalam sebuah prasasti tembaga yang ditemukan pada akhir tahun 1974 di perkebunan di Wlingi, Blitar tertulis dalam salah satu bagiannya sebagai berikut.
Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Masa Kerajaan Hindu dan Islam
Munculnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang. Oleh karena itu, kerajaan tersebut dianggap sebagai cikal bakal kota ini.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, pada masa emas kerajaan Singhasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur.
Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang dan berhasil menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang sengit dari penduduk daerah ini.

Gedung Balai Kota Malang, semasa pendudukan pemerintah Hindia Belanda. Foto: Wereldmuseum Amsterdam
Masa Penjajahan
Belanda
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, tepatnya pada 1 April 1914, daerah Malang dijadikan wilayah gemeente atau kotapraja. Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda.
Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya Jalan Besar Ijen dan kawasan sekitarnya.
Jepang
Kuil Ching Nan di Malang merupakan salah satu dari 11 kuil Shinto yang dibangun di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Kota Malang yang merupakan bagian dari Indonesia pun ikut serta diduduki oleh Jepang. Bala Tentara Dai Nippon mulai menduduki Kota Malang pada 7 Maret 1942.
Pada masa pendudukan Jepang pun terjadilah peralihan fungsi bangunan. Rumah-rumah tempat tinggal orang Belanda dialihkan fungsinya. Bangunan Belanda di Jalan Semeru No. 42 yang dulunya digunakan sebagai kantor ataupun markas pasukan Belanda dialihfungsikan menjadi gedung Kentapetai.
Kemerdekaan Indonesia
Sebagai daerah yang berjaya sejak zaman dahulu, Kota Malang sudah mengalami beberapa kali pergantian pemerintah. Pada Abad ke-8 M, Malang menjadi ibu kota Kerajaan Kanjuruhan dengan rajanya, yaitu Gajayana.
Setelah Belanda masuk, pemerintah memusatkan kedudukannya di sekitar Kali Brantas. Pada 1824, Malang mulai mempunyai asisten residen karena sudah menjadi afdeling dan ditetapkan sebagai kotapraja (stadsgemeente) pada 1914.
Malang menjadi bagian Republik Indonesia pada 21 September 1945 dan dimasuki kembali pada 2 Maret 1947 setelah diduduki kembali oleh Belanda. Pemerintah diubah menjadi Pemerintah Kota Malang pada 1 Januari 2001.
Geografi
Secara geografis, kota Malang terletak di tengah-tengah Kabupaten Malang. Kota ini dibatasi oleh Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso di sisi utara; Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang di sisi timur; Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji di sisi selatan; dan Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau di sisi barat yang semuanya merupakan kecamatan di Kabupaten Malang.
Bagian-bagian Kota Malang memiliki kekhasan sendiri sehingga memiliki kecocokan tersendiri dalam berbagai aktivitas. Bagian selatan Kota Malang merupakan dataran tinggi yang cukup luas sehingga cocok untuk industri; bagian utara merupakan dataran tinggi yang subur sehingga cocok untuk pertanian; bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur; dan bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas dan kini menjadi daerah pendidikan.
Kota Malang dilalui oleh salah satu sungai terpanjang di Indonesia serta terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo, yaitu Sungai Brantas yang mata airnya terletak di lereng Gunung Arjuno di sebelah barat laut kota. Sungai kedua terpanjang di Malang adalah Sungai Metro yang melalui Kota Malang di Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun.
Kota Malang terletak di dataran tinggi. Kota ini terletak pada ketinggian antara 440—667 meter di atas permukaan air laut. Titik tertinggi kota ini berada di Citra Garden City Malang, sebuah kota mandiri, sedangkan wilayah terendah Kota Malang berada di kawasan Dieng.
Kota Malang dikelilingi oleh beberapa gunung serta pegunungan. Kota ini dikelilingi oleh Gunung Arjuno di sebelah utara; Gunung Semeru dan Gunung Bromo di sebelah timur; Gunung Kawi dan Gunung Panderman di sebelah barat.
Secara administratif wilayah Kota Malang terdiri dari 5 kecamatan yang terbagi menjadi 57 kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 834.545 jiwa dengan luas wilayah 145,28 km² dan sebaran penduduk 5.744 jiwa/km².
Berikut daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Malang:
1. Blimbing
Kecamatan Blimbing memiliki 11 kelurahan, yakni Arjosari, Balearjosari, Blimbing, Bunulrejo, Jodipan, Kesatrian, Pandanwangi, Polehan, Polowijen, Purwantoro, Purwodadi.
2. Kedungkandang
Kecamatan Kedungkandang memiliki 12 kelurahan, yakni Arjowinangun, Bumiayu, Buring, Cemorokandang, Kedungkandang, Kotalama, Lesanpuro, Madyopuro, Mergosono, Sawojajar, Tlogowaru, Wonokoyo.
3. Klojen
Kecamatan Klojen memiliki 11 kelurahan, yakni Bareng, Gadingkasri, Kasin, Kauman, Kidul Dalem, Klojen, Oro-Oro Dowo, Penanggungan, Rampal Celaket, Samaan, Sukoharjo.
4. Lowokwaru
Kecamatan Lowokwaru memiliki 12 kelurahan, yakni Dinoyo Jatimulyo Ketawanggede Lowokwaru Merjosari Mojolangu Sumbersari Tasikmadu Tlogomas Tulusrejo Tunggulwulung Tunjungsekar
5. Sukun
Kecamatan Sukun memiliki 11 kelurahan, yakni Bakalankrajan Bandulan Bandungrejosari Ciptomulyo Gadang Karangbesuki Kebonsari Mulyorejo Pisang Candi Sukun Tanjungrejo
Bahasa yang Digunakan
Adapun bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kota Malang adalah Bahasa Indonesia. Namun, bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran merupakan bahasa sehari-hari masyarakat di Kota Malang.
Selain Bahasa Indonesia, Kota Malang juga dikenal memiliki dialek khas yang disebut boso Walikan atau osob Kiwalan, yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, misalnya Malang menjadi ngalam, dan bakso menjadi oskab.
Menurut masyarakat, awal adanya bahasa khas ini adalah para pejuang yang ingin perbincangannya tidak dapat dimengerti oleh penjajah, dan sampai saat ini masih banyak menggunakan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari.

Katedral Ijen (Theresiakerk) sekitar tahun 1940. Foto: Ngalam.id
Julukan Kota Malang
Kota Wisata
Julukan ini lekat dengan Kota Malang dengan begitu banyaknya destinasi wisata, baik yang ada di wilayah Kota Malang maupun wilayah regional Malang Raya, yakni Kabupaten Malang dan Kota Batu.
Beberapa destinasi wisata tersebut seperti wisata kuliner, heritage, kampung tematik, taman kota, festival dan event, MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions), religi, serta sport tourism begitu beragam di Kota Malang.
Posisinya yang strategis di tengah Malang Raya juga menjadi daya tarik wisatawan karena memudahkan menjangkau destinasi wisata alam pantai, gunung bromo dan berbagai wisata buatan theme park yang ada di Malang Raya.
Kota Pendidikan
Julukan ini disandang Kota Malang karena memiliki lebih dari 50 perguruan tinggi atau akademi negeri dan swasta. Lebih dari 300 ribu mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia menempuh pendidikan di Kota Malang.
Sejumlah perguruan tinggi ternama diantaranya Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim, Universitas Islam Malang, hingga Institut Teknologi Nasional (ITN).
Kota Sejarah
Berbagai catatan sejarah termasuk prasasti menjadi bukti kisah panjang Kota Malang. Mulai dari peranannya dalam perkembangan kerajaan-kerajaan besar, seperti Singosari, Kediri, Majapahit, Demak dan Mataram hingga era kolonial, era kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Pada awal kemerdekaan Republik Kota Malang tercatat masuk nominasi akan dijadikan Ibu Kota Negara Indonesia.
Makanya, Kota Malang memiliki banyak peninggalan sejarah serta cagar budaya baik yang berbentuk bangunan maupun non-bangunan. Diantaranya seperti Alun Alun dan Tugu Kemerdekaan, dan Gedung Balai Kota.
Kemudian, Gereja Hati Kudus Kayutangan, Gereja Ijen, Stasiun Kota Baru, Bangunan Kembar Rajabali, Jembatan Kahuripan dan Majapahit, Rumah Makan Oen, Gedung Bank Indonesia, dan masih banyak lagi.
Sampai saat ini, berdasarkan data Pemkot Malang, ada sebanyak 32 bangunan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang tidak boleh diubah begitu saja demi pembelajaran bagi generasi masa kini dan masa depan.
***