Prof. Koentjaraningrat, seorang antropolog terkemuka di Indonesia, membahas sejumlah rintangan mental atau hambatan kultural yang menghambat pembangunan di Indonesia. Rintangan-rintangan ini, yang sering disebut sebagai “mental block” dalam konteks pembangunan, mencakup berbagai aspek dari cara pandang masyarakat terhadap perubahan hingga sikap yang menghambat inovasi dan kemajuan.
Rintangan Mental dalam Pembangunan menurut Prof. Koentjaraningrat
Dalam analisisnya, Koentjaraningrat mengidentifikasi beberapa hambatan mental utama yang memengaruhi pembangunan di Indonesia, antara lain:
1. Kurangnya Orientasi Waktu
Koentjaraningrat mencatat bahwa masyarakat cenderung memiliki orientasi waktu yang terbatas, lebih mementingkan kebutuhan saat ini daripada masa depan. Hal ini membuat rencana jangka panjang dalam pembangunan seringkali sulit terealisasi.
2. Sikap Ketergantungan
Ketergantungan pada pihak luar, baik pemerintah maupun negara asing, menjadi rintangan lain yang menghambat kemajuan. Sikap ini mengurangi inisiatif masyarakat dalam berusaha mandiri dan meningkatkan daya saing.
3. Pola Pikir Feodal
Warisan feodal dalam struktur sosial juga menjadi kendala. Sikap pasif terhadap otoritas dan cenderung menerima keadaan apa adanya membuat masyarakat kurang proaktif dalam pembangunan dan perubahan sosial.
4. Gotong Royong dalam Skala Terbatas
Walaupun gotong royong adalah satu di antara nilai positif dalam budaya Indonesia, Koentjaraningrat menunjukkan bahwa praktik ini sering kali hanya berlaku dalam lingkup kecil (keluarga atau komunitas terdekat), dan kurang berkembang dalam skala nasional.
5. Kecenderungan untuk Bersikap Pasrah
Sikap “nrimo” atau menerima keadaan tanpa upaya untuk memperbaiki situasi kerap menjadi rintangan dalam pembangunan. Sikap ini membuat masyarakat kurang termotivasi untuk berubah dan meraih kemajuan.
Tantangan dan Peluang dalam Mengatasi Rintangan Mental
Beberapa tantangan dan peluang yang bisa menjadi pertimbangan dalam mengatasi rintangan mental tersebut antara lain:
Tantangan
1. Mengubah Pola Pikir – Perubahan pola pikir membutuhkan waktu dan seringkali bertentangan dengan tradisi yang sudah lama dianut masyarakat.
2. Pendekatan Pendidikan dan Sosialisasi – Pendidikan yang masih berorientasi pada penghafalan daripada berpikir kritis menjadi tantangan dalam menanamkan pola pikir yang lebih progresif dan adaptif terhadap perubahan.
3. Struktur Sosial yang Masih Hierarkis – Sistem sosial yang masih kental dengan pola hierarki dapat menghambat kolaborasi dan menguatkan sikap feodal.
Peluang
1. Pemanfaatan Teknologi – Kemajuan teknologi dan akses informasi yang luas membuka peluang untuk menyebarluaskan cara pikir yang lebih modern dan mengedukasi masyarakat secara lebih efektif.
2. Peran Generasi Muda – Generasi muda yang lebih terbuka terhadap perubahan dapat menjadi agen pembaharuan dalam merombak sikap-sikap mental yang menghambat pembangunan.
3. Globalisasi dan Pertukaran Budaya – Globalisasi memberikan kesempatan untuk mengadopsi nilai-nilai positif dari budaya lain yang dapat mendukung proses pembangunan.
Solusi untuk Mengatasi
Rintangan Mental dalam Pembangunan
Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi rintangan-rintangan mental tersebut antara lain:
1. Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pembangunan Karakter
Pendidikan formal dan non-formal dapat dioptimalkan untuk meningkatkan orientasi waktu dan memperkuat sikap mandiri. Melalui kurikulum berbasis pembangunan karakter, masyarakat dapat diajarkan nilai-nilai yang mendukung pembangunan, seperti kemandirian, tanggung jawab, dan keberanian untuk berinovasi.
2. Penguatan Ekonomi Lokal
Dengan mengembangkan ekonomi lokal, masyarakat diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada bantuan eksternal dan meningkatkan rasa percaya diri. Program pemberdayaan seperti kewirausahaan sosial dan pelatihan keahlian praktis dapat mendorong masyarakat untuk mandiri secara ekonomi.
3. Revitalisasi Nilai Gotong Royong secara Nasional
Gotong royong perlu digalakkan dalam skala yang lebih luas. Kampanye sosial yang mengajak masyarakat untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan daerah bisa menjadi cara untuk memperkuat solidaritas sosial dan memperluas cakupan gotong royong di masyarakat.
4. Peningkatan Akses terhadap Teknologi dan Informasi
Teknologi informasi dapat menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan kesadaran akan pentingnya pembangunan dan membangun pola pikir yang adaptif. Pemerintah dapat mendorong literasi digital agar masyarakat lebih mudah mengakses informasi pembangunan.
5. Reformasi Birokrasi dan Sistem Sosial
Membuka ruang untuk partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan serta mendorong kolaborasi lintas sektoral akan membantu mengurangi pola feodal dalam birokrasi. Dengan demikian, masyarakat merasa lebih berdaya dan terlibat dalam pembangunan.
—–
Studi Kasus: Program Pemberdayaan Desa di Jawa Timur
Untuk memberikan contoh konkret tentang bagaimana rintangan mental dalam pembangunan dapat diatasi, mari kita lihat studi kasus Program Pemberdayaan Desa di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Latar Belakang
Desa Sumberejo di Kabupaten Malang menghadapi masalah kemiskinan dan ketergantungan pada bantuan pemerintah. Masyarakat desa cenderung pasif dalam upaya pembangunan dan memiliki orientasi jangka pendek dalam perencanaan ekonomi.
Intervensi
Pada tahun 2018, Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerja sama dengan LSM lokal meluncurkan Program Pemberdayaan Desa dengan fokus pada:
– Pelatihan kewirausahaan berbasis potensi lokal.
– Pembentukan kelompok usaha bersama.
– Pendampingan intensif selama 2 tahun.
– Pelatihan literasi keuangan dan perencanaan jangka panjang.
Hasil
Setelah dua tahun implementasi program: Perubahan Pola Pikir: 70% peserta program melaporkan peningkatan orientasi masa depan dalam perencanaan keuangan keluarga.
Peningkatan Kemandirian: Terbentuk 15 kelompok usaha bersama yang berhasil menghasilkan pendapatan tanpa bergantung pada bantuan pemerintah.
Penguatan Gotong Royong: Muncul inisiatif kolaborasi antar kelompok usaha dalam pemasaran produk dan berbagi sumber daya.
Inovasi Lokal: Terciptanya produk olahan pertanian baru yang memanfaatkan teknologi sederhana hasil kreativitas masyarakat.
Tantangan yang Dihadapi
– Resistensi awal dari tokoh masyarakat yang khawatir akan perubahan struktur sosial.
– Kesulitan dalam mengubah kebiasaan menabung jangka pendek menjadi investasi jangka panjang.
– Keterbatasan akses pasar untuk produk-produk baru yang dihasilkan.
Strategi Mengatasi Tantangan
– Melibatkan tokoh masyarakat dalam perencanaan dan evaluasi program.
– Mengadakan kompetisi inovasi desa dengan hadiah dana pengembangan usaha.
– Memfasilitasi kemitraan dengan perusahaan besar untuk distribusi produk.
Pembelajaran
– Perubahan pola pikir membutuhkan waktu dan pendekatan yang konsisten.
– Keberhasilan individu dapat menjadi katalis perubahan bagi komunitas yang lebih luas.
– Pendampingan jangka panjang sangat penting untuk memastikan keberlanjutan perubahan.
Kolaborasi multi-stakeholder (pemerintah, LSM, sektor swasta) efektif dalam mengatasi rintangan mental pembangunan
Studi kasus ini menunjukkan bahwa meskipun rintangan mental dalam pembangunan memang nyata, namun dengan pendekatan yang tepat dan konsisten, perubahan positif dapat dicapai. Program ini berhasil mengatasi beberapa rintangan mental yang diidentifikasi oleh Prof. Koentjaraningrat, khususnya dalam hal orientasi waktu, sikap ketergantungan, dan perluasan praktik gotong royong.
Referensi:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. (2020). Laporan Evaluasi Program Pemberdayaan Desa 2018-2020. Surabaya: Bappeda Jatim.
2. Geertz, Clifford. (1963). Peddlers and Princes: Social Development and Economic Change in Two Indonesian Towns. University of Chicago Press.
3. Hofstede, G. (1984). Culture’s Consequences: International Differences in Work-Related Values. Beverly Hills, CA: Sage Publications.
4. Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
5. World Bank. (2013). Indonesia: Enhancing Competitiveness and Raising Productivity. [Online] Available at: www.worldbank.org