Gastronomi tidak hanya berkaitan dengan seni memasak, tetapi juga mencerminkan budaya, sejarah, dan ketahanan pangan suatu wilayah. UNESCO Creative Cities Network (UCCN) mengakui peran penting gastronomi dalam pembangunan berkelanjutan dengan menghubungkan kota-kota yang menjadikan makanan sebagai identitas budaya dan motor penggerak ekonomi lokal.
Sejak diperkenalkan pada tahun 2005, sub-jejaring Gastronomi dalam UCCN telah berkembang menjadi 56 kota di 34 negara dengan total populasi mencapai 68,6 juta jiwa. Kota-kota ini dipilih berdasarkan inovasi kuliner, sistem pangan berkelanjutan, dan keberlanjutan ekonomi berbasis makanan.
Artikel ini akan membahas bagaimana konsep gastronomi dalam UCCN berkontribusi terhadap ketahanan pangan, tantangan dan solusi implementasi, serta contoh kota-kota gastronomi yang telah berhasil menerapkan konsep ini.
Ketahanan Pangan dalam Konteks Kota Gastronomi UNESCO
– Ketahanan pangan didefinisikan sebagai ketersediaan, aksesibilitas, pemanfaatan, dan stabilitas pangan bagi semua populasi. Kota-kota Gastronomi UNESCO memperkuat ketahanan pangan melalui berbagai inisiatif:
– Diversifikasi Produksi Pangan Lokal – Mengutamakan bahan pangan lokal dan sistem pertanian berkelanjutan.
– Konektivitas antara Petani dan Industri Kuliner – Membangun hubungan langsung antara petani, produsen makanan, dan restoran.
– Edukasi dan Kesadaran Pangan – Mengadakan festival, lokakarya, dan program pendidikan tentang gizi dan keberlanjutan pangan.
– Pengurangan Limbah Pangan – Menerapkan kebijakan pengurangan limbah makanan dan mendorong daur ulang bahan pangan.
Contoh Implementasi Program
– Parma, Italia: Mengembangkan pusat riset gastronomi yang bekerja sama dengan petani dan koki untuk inovasi pangan.
– Chengdu, Tiongkok: Menerapkan kebijakan pertanian perkotaan untuk memperkuat produksi pangan lokal.
– Belo Horizonte, Brasil: Menyediakan pasar rakyat dan mengontrol harga pangan untuk menjamin akses makanan bergizi bagi seluruh penduduk.
Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Gastronomi untuk Ketahanan Pangan
Tantangan
– Urbanisasi – Pertumbuhan kota yang pesat mengurangi lahan pertanian dan mengancam produksi pangan lokal.
– Perubahan Iklim – Fenomena seperti La Niña memengaruhi produksi hortikultura seperti cabai dan bawang merah.
– Pandemi COVID-19 – Mengganggu rantai pasokan pangan, mengurangi ketersediaan dan meningkatkan harga pangan.
Solusi
– Pengembangan Pertanian Perkotaan – Mendorong budidaya pangan di area perkotaan.
– Diversifikasi Sumber Pangan – Mengembangkan berbagai jenis tanaman pangan.
– Penguatan Rantai Pasok Lokal – Membangun sistem distribusi efisien antara produsen dan konsumen lokal.
Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Gastronomi dan Ketahanan Pangan di Kota-Kota UCCN
Pandemi COVID-19 mengakibatkan:
– Gangguan rantai pasok pangan.
– Penutupan restoran dan usaha kuliner.
– Kenaikan harga bahan makanan pokok.
Namun, beberapa kota berhasil beradaptasi dengan:
– Pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya pangan.
– Pengembangan komoditas lokal sebagai solusi ketahanan pangan.
Contoh Kota Gastronomi UNESCO di Asia Tenggara
– Iloilo City, Filipina
Pada tahun 2023, Iloilo City di Filipina ditetapkan sebagai Kota Gastronomi UNESCO karena kekayaan warisan kuliner seperti La Paz Batchoy dan Pancit Molo. Kota ini telah mengembangkan kebijakan untuk memperkuat produksi pangan lokal dan mendukung petani serta produsen makanan lokal.
Indikator Keberhasilan Kota Gastronomi UNESCO
UNESCO menggunakan beberapa indikator untuk mengevaluasi kota gastronomi:
– Warisan Kuliner yang Kuat – Tradisi kuliner khas dan unik.
– Keberlanjutan Pangan – Sistem pangan yang mendukung ketahanan pangan.
– Inovasi dalam Industri Kuliner – Penelitian dan pengembangan di sektor makanan.
– Edukasi dan Kesadaran Publik – Pelibatan komunitas lokal dalam edukasi pangan.
– Ekonomi Berbasis Kuliner – Kontribusi sektor kuliner terhadap ekonomi kota.
Rekomendasi bagi Kota yang Ingin Menjadi Kota Gastronomi UNESCO
Langkah-Langkah Praktis
– Mengidentifikasi dan Memperkuat Warisan Kuliner Lokal – Meningkatkan promosi dan pelestarian tradisi kuliner.
– Mengembangkan Kebijakan Pangan Berkelanjutan – Mengintegrasikan produksi dan distribusi pangan lokal.
– Mendorong Inovasi dalam Gastronomi – Menggunakan teknologi dan penelitian untuk meningkatkan industri kuliner.
– Membangun Kemitraan dengan Komunitas dan Sektor Swasta – Melibatkan petani, koki, akademisi, dan pelaku bisnis makanan.
– Mengadakan Festival dan Event Kuliner – Meningkatkan kesadaran masyarakat serta menarik wisatawan gastronomi.
Praktik Terbaik yang dapat Diadaptasi
– Parma, Italia: Pusat inovasi pangan dan sertifikasi produk lokal.
– Östersund, Swedia: Model pertanian berkelanjutan berbasis komunitas.
– San Antonio, Texas: Kebijakan promosi warisan kuliner berbasis etnis dan sejarah.
Potensi Kota-Kota di Indonesia untuk Menjadi Kota Gastronomi UNESCO
Indonesia memiliki beberapa kota dengan potensi besar untuk masuk dalam jejaring Kota Gastronomi UNESCO, antara lain:
– Yogyakarta – Dikenal dengan gudeg dan tradisi kuliner yang kuat.
– Padang – Warisan kuliner Minangkabau yang kaya dengan sistem pangan berbasis komunitas.
– Bandung – Pusat inovasi kuliner dengan pendekatan keberlanjutan dalam produksi pangan.
Tantangan dalam Konteks Indonesia
– Kurangnya regulasi yang mendukung sistem pangan berkelanjutan.
– Minimnya keterlibatan sektor akademik dalam inovasi kuliner.
– Kurangnya sistem rantai pasok pangan yang terintegrasi.
– Kesiapan Infrastruktur dan Sistem Pangan Lokal
– Perlu peningkatan dalam pengelolaan limbah pangan.
– Diperlukan investasi dalam sektor pertanian perkotaan.
– Harus ada kebijakan pemerintah yang mendukung usaha gastronomi berbasis komunitas.
Kesimpulan
Gastronomi berperan penting dalam ketahanan pangan dengan mempromosikan keberlanjutan pangan, inovasi kuliner, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Kota-kota Gastronomi UNESCO telah menunjukkan bagaimana makanan dapat menjadi alat untuk pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan berkelanjutan.
Proyeksi Masa Depan
– Meningkatnya jumlah kota gastronomi UNESCO dengan inovasi dalam sistem pangan.
– Peningkatan peran digitalisasi dalam industri kuliner global.
– Lebih banyak kota di Asia Tenggara yang masuk dalam jejaring UCCN sebagai kota gastronomi.
Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya
– Studi lebih mendalam tentang peran digitalisasi dalam gastronomi dan ketahanan pangan.
– Analisis kebijakan pemerintah yang mendukung keberlanjutan pangan.
– Kajian tentang peran komunitas lokal dalam sistem pangan berkelanjutan.
Referensi
1) Berti, G., & Mulligan, C. (2016). “Local Food for Sustainable Development: A Review of Local Food Initiatives.” Journal of Rural Studies, 47, 45-64. https://doi.org/10.1016/j.jrurstud.2016.07.007
2) Bricas, N., & Conaré, D. (2019). Gastronomy and Sustainable Food Systems. Springer.
3) De la Salle, J., & Holland, M. (2010). Food Urbanism: How Food Shapes Cities. Routledge.
4) FAO. (2022). “The State of Food Security and Nutrition in the World 2022.” Food and Agriculture Organization of the United Nations. https://www.fao.org/3/cc0639en/cc0639en.pdf
5) García, C., & Gómez, F. (2020). “Gastronomy as a Driver of Sustainable Tourism Development: The Case of UNESCO Creative Cities.” Sustainability, 12(5), 1912. https://doi.org/10.3390/su12051912
6) Hall, C. M., & Gössling, S. (2016). Food Tourism and Regional Development. Routledge.
7) OECD. (2021). The Future of Food and Agriculture: Trends and Challenges. Organisation for Economic Co-operation and Development.
8) UNESCO. (2023). “UNESCO Creative Cities of Gastronomy: Objectives and Criteria.” United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. https://www.unesco.org/en/creative-cities
9) World Bank. (2022). Urban Food Systems for Sustainable Development. The World Bank Group.
10) Yeoman, I. (2015). Future of Food Tourism: Trends and Influences. Channel View Publications.