Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Mirza Nuryady, berhasil meraih beasiswa bergengsi, yakni Ernst Mach-Grants Scholarship, dari pemerintah Austria untuk menempuh studi S3 atau doktor.
Beasiswa Ernst Mach-Grants Scholarship yang dapat Mirza ini adalah program beasiswa khusus mahasiswa Asia Tenggara yang ingin melanjutkan studi S3 di Austria. Beasiswa ini sepenuhnya mendanai pendidikannya selama tiga tahun dimulai sejak Oktober 2024.
Dibalik keberhasilannya itu, Mirza mengungkapkan dalam program doktoralnya ia meneliti struktur populasi genetik nyamuk invasif di Austria. Sejak 2017, kata dia, negara ini mulai memang menghadapi tantangan serius dengan hadirnya spesies nyamuk dari Asia yang berpotensi menyebarkan penyakit seperti demam berdarah dan Zika virus.
”Pemerintah Austria sangat peduli dengan ancaman penyakit akibat nyamuk. Begitu ditemukan spesies invasif, mereka langsung mengembangkan riset mendalam untuk memahami pola persebarannya. Saya fokus pada analisis genetik populasi nyamuk ini untuk membantu pemerintah mengendalikan penyebarannya,” ujarnya.
Berbekal pengalamannya dalam riset nyamuk di UMM dan berbagai publikasi ilmiah, Mirza pun berhasil lolos seleksi dan meraih kesempatan belajar di salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
”Seleksi beasiswa ini cukup ketat. Tahapan pertama adalah mendapatkan profesor pembimbing di universitas Austria, kemudian memperoleh letter of acceptance dari universitas tersebut. Setelah itu, saya harus menyusun motivation letter, proposal riset, dan mengikuti wawancara seleksi di Jakarta,” jelasnya.
Motivasi utama Mirza dalam mengajukan beasiswa ini adalah untuk menjadi ahli di bidang entomologi medis, khususnya dalam penelitian nyamuk. Menurutnya, secara total terdapat 3.100 spesies nyamuk dari 34 negara yang terdistribusi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sehingga menjadikan studi ini sangat relevan bagi kesehatan masyarakat di tanah air.
”Dengan studi ini, saya berharap dapat berkontribusi dalam pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Indonesia. Austria dengan teknologi dan fasilitas penelitiannya yang canggih menjadi tempat ideal untuk memperdalam riset ini,” ujarnya.
Ia mengatakan, selama ini Austria jarang jadi pilihan utama pelajar internasional dibandingkan Jerman atau Inggris. Padahal, kata dia, Austria memiliki kualitas pendidikan tinggi, fasilitas laboratorium canggih, serta lingkungan akademik yang sangat mendukung. ”Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi saya dalam menempuh pendidikan di sini,” ujarnya.
Ia pun berharap keberhasilannya meraih beasiswa S3 di Austria ini dapat menjadi inspirasi bagi akademisi dan mahasiswa Indonesia yang bercita-cita melanjutkan studi ke luar negeri. Menurutnya, pengalaman internasional, publikasi ilmiah, serta membangun jejaring akademik jadi faktor penting dalam seleksi beasiswa.
”Jangan ragu untuk memulai dari sekarang. Perbanyak pengalaman di program pertukaran atau riset internasional, serta aktif menulis dan mempublikasikan karya ilmiah. Jika punya kesempatan kuliah di luar negeri, manfaatkan sebaik mungkin untuk membangun relasi akademik yang lebih luas,” tuturnya.