Pemerintah telah menyebutkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 Tentang Kekayaan Intelektual Komunal. Kekayaan Intelektual Komunal yang selanjutnya disingkat KIK adalah kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis dengan tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
Identifikasi Isu atau Masalah Kebijakan Publik yang Bersifat Formal
Isu kebijakan publik yang bersifat formal terkait dengan regulasi atau peraturan menteri adalah ketidakjelasan dan kerumitan dalam regulasi yang mengatur pemanfaatan KIK yang meliputi Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisional (PT), Sumber Daya Genetik (SDG), Indikasi Asal (IA), dan Potensi Indikasi Geografis (PIG) untuk kepentingan pelestarian kebudayaan, pengembangan ekonomi kreatif, dan pemanfaatan pariwisata. Hal ini mencakup perbedaan definisi, kepemilikan, dan hak pemanfaatan KIK serta kurangnya panduan yang jelas bagi pelaku budaya, pariwisata, dan ekonomi kreatif dalam menggunakan KIK.
Analisis Masalah Kebijakan Publik
Ketidakjelasan regulasi dan peraturan terkait KIK untuk kepentingan pelestarian kebudayaan, pengembangan ekonomi kreatif, dan pemanfaatan pariwisata dapat mengakibatkan beberapa masalah:
1. Ketidakpastian Hukum:
Pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif mungkin merasa tidak yakin tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan dalam penggunaan KIK. Ini bisa menghambat investasi dan inovasi di sektor ini.
2. Potensi Penyusutan Nilai KIK:
Jika KIK tidak dikelola dengan baik, risiko penggunaan yang tidak tepat atau eksploitasi yang dapat merusak orisinalitas dan nilai KIK.
3. Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan
Kebijakan yang tidak jelas dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam akses dan manfaat KIK, dengan sebagian masyarakat atau pelaku ekonomi kreatif mendominasi pemanfaatan KIK.
Rekomendasi Tiga Opsi Kebijakan Publik
1. Penyusunan Panduan dan Definisi yang Jelas
Menteri dapat mengeluarkan panduan yang jelas tentang definisi hak kepemilikan, penggunaan, dan pelindungan KIK untuk pelestarian kebudayaan, pengembangan ekonomi kreatif, dan pemanfaatan pariwisata. Hal ini akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
2. Pengembangan Mekanisme Pemantauan dan Pelindungan
Menteri dapat menciptakan mekanisme pemantauan dan pelindungan KIK yang efektif, termasuk pendaftaran dan pengawasan untuk melindungi KIK dari eksploitasi yang tidak sah.
3. Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, pemerintah dapat mendorong koperasi dan asosiasi yang melibatkan masyarakat lokal dalam pemanfaatan KIK. Ini dapat mencakup pelatihan, bimbingan, dan akses ke sumber daya untuk mengoptimalkan manfaat KIK.
Prakiraan Risiko:
– Risiko ketidaksetaraan dalam akses dan manfaat KIK dapat mengakibatkan perlawanan dari masyarakat lokal.
– Pengembangan regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi kreatif.
– Pemanfaatan KIK yang tidak terkontrol dapat merusak integritas budaya dan nilai KIK.
Penerapan opsi kebijakan publik ini perlu disertai dengan berkonsultasi dan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan, serta pemantauan berkala untuk memastikan efektivitasnya. Dengan demikian, pemanfaatan KIK untuk pelestarian kebudayaan, pengembangan ekonomi kreatif, dan pemanfaatan pariwisata dapat lebih inklusif dan berkelanjutan.