Debat Calon Walikota Malang yang selesai digelar pada hari Rabu tanggal 20 November 2024, cukup menarik disimak dengan seksama. Ini adalah acara debat yang ketiga atau terakhir. Justru yang disampaikan oleh ketiga pasangan Calon Walikota Malang pada debat terakhir ini, sebenarnya lebih banyak membahas masa depan Kota Malang. Yaitu: Ekonomi Kreatif.
Pertanyaannya adalah, apakah ketiga kontestan Pilkada Kota Malang 2024 benar-benar mengerti, memahami dan punya visi perihal ekonomi kreatif? Apakah mereka benar-benar sudah mempelajari, membedah dan menganalisa dengan seksama perihal ekonomi kreatif? Lebih tajam lagi, apakah mereka mengetahui perihal Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kota Malang?
Kenapa masa depan Kota Malang berada di dalam ekosistem ekonomi kreatif? Bagaimana kalau diajukan pertanyaan terbalik, adakah saat ini bidang pekerjaan atau lapangan pekerjaan di Kota Malang, yang tidak bersentuhan dengan ekosistem ekonomi kreatif? Sebanyak 17 Sub Sektor Ekonomi Kreatif sudah merambah hampir di seluruh bidang lapangan kerja di Kota Malang.
Namun, kemungkinan karena pemahaman yang belum matang, sehingga seringkali penyebutan beberapa Subsektor Ekonomi Kreatif dirancukan dengan bungkusan beberapa istilah Seni, Budaya dan UMKM. Hal ini bisa menjadi salah satu indikator sederhana bahwa sebenarnya ketiga kontestan Pilkada Kota Malang 2024 ini, masih belum benar-benar memahami Ekosistem Ekonomi Kreatif dan berbagai sektor yang terkait dengannya.
Kalau kita mau mempertajam lagi, kita bisa membaca dengan mudah dan mempertanyakan, apakah ketiga pasangan Calon Walikota Malang tersebut mengerti dan memahami perihal Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kota Malang? Padahal, sangat jelas pada beberapa kali kesempatan mereka menyebutkan MCC (Malang Creative Center) Kota Malang.
Tapi, apakah mereka mengetahui kiprah dan peran strategis dari KEK Kota Malang yang selama ini berada di belakang keberadaan Gedung MCC Kota Malang? Tahukah mereka sejak kapan KEK Kota Malang ada? Serta sudah bekerja menghasilkan apa saja KEK Kota Malang untuk membangun Ekosistem Ekonomi Kreatif di Kota Malang yang terus berkembang pesat? Lebih tajam lagi, tahukah mereka perihal Roadmap Ekonomi Kreatif untuk membangun masa depan Kota Malang? Belepotan sudah!
Gema dan Gaung Pergerakan Kota Malang Menuju Kota Kreatif Dunia Tahun 2025, sudah mulai menyebar getarannya. Bukan hanya di Kota Malang atau Malang Raya, namun juga sudah mulai didengarkan sampai level Nasional dan Asia. 17 Sub Sektor Ekonomi Kreatif di Kota Malang, sudah bergegas mentransformasikan beragam kerja-kerja strategis untuk memperkuat daya dukung Pergerakan Kota Malang Menuju Kota Kreatif Dunia Tahun 2025. Episentrumnya berada di Gedung MCC Kota Malang. Ribuan pelaku Ekonomi Kreatif, mulai yang berasal di Kota Malang maupun berasal dari luar Kota Malang, silih berganti mengadakan aktifitas-aktifitas yang produktif, inovatif dan progresif. Kuatnya setengah mati!
Namun sayang seribu kali sayang. Pemkot Malang, dalam hal ini baik Eksekutif (Kepala Daerah & OPD) maupun Legislatif (Anggota DPRD Kota Malang), sepertinya tidak mampu membaca segala dinamika yang berada di dalam Gedung MCC Kota Malang dan dampaknya yang strategis untuk membangun masa depan Kota Malang. Tidak mampu membaca potensi Ekosistem Ekonomi Kreatif yang begitu powerful, masif dan strategis. Yang dibaca justru Cost/ Biaya yang ditimbulkan karena operasional Gedung MCC Kota Malang. Sehingga, mereka membaca MCC sebagai Malang Cost Center, bukan sebagai Malang Creative Center (MCC). Lebih parah lagi, justru yang diutarakan adalah sentimen-sentimen kepentingan pribadi atau kehendak memburu profit oriented yang absurd.
Hingga pada akhirnya menyeruak bisikan jahil untuk membubarkan Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kota Malang. Karena dianggap tidak mau kooperatif atau mengakomodir kepentingan-kepentingan pribadi serta dorongan memburu profit oriented. Caranya, yang pertama adalah dengan melemahkan operasionalisasi Gedung MCC Kota Malang. Dengan memangkas biaya operasional Gedung MCC Kota Malang secara radikal.
Bisa ditebak arahnya, dengan pemangkasan biaya operasional Gedung MCC Kota Malang secara radikal, maka diharapkan segala aktifitas yang ada di dalam Gedung MCC Kota Malang bisa berkurang drastis. Hingga mungkin suatu saat nanti menjadi “Gedung Gagal” mencapai fungsi dan tujuan. Selanjutnya, Gedung MCC Kota Malang bisa dialih fungsikan menjadi “Pasar Yang Disewakan” atau berubah menjadi “Hotel Yang Disewakan”, demi mendapatkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Jika skenario di atas benar-benar terjadi, maka siapa nanti yang akan dituding sebagai biang keladi? Ya, jelas KEK Kota Malang! Tuduhannya: KEK Kota Malang telah gagal total! Lebih sadis lagi, bisa jadi KEK Kota Malang dituduh sebagai penghambur APBD Kota Malang yang gagal menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Benarkah demikian yang hendak disorongkan? Benarkah demikian yang hendak disetting ke depannya? Pada siapakah kita akan bertanya? Apakah bisa ditanyakan kepada masing-masing dari tiga pasangan Calob Walikota dan Wakil Walikota Malang yang saat ini sedang bersaing merebut kemenangan?
Ah, sayangnya hingar bingarnya tertutup euforia jargon-jargon yang terus digemakan oleh kampanye-kampanye yang berisik dan penuh sesak sampah visual di Kota Malang. Sebaliknya, KEK Kota Malang tidak pernah berkampanye, juga tidak pernah berisik, serta tidak pernah menebar sampah visual di Kota Malang. Namun, hasil kerja dan karya-karyanya bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak warga Kota Malang. Bahkan juga masyarakat yang berasal dari luar Kota Malang.
Tanpa banyak dari mereka yang merasakan manfaatnya tersebut, mengetahui bahwa apa yang sedang dirasakan dan dinikmati tersebut, sebenarnya adalah hasil kerja dan karya dari KEK Kota Malang. Seperti makan nasi bungkus dengan empal rendang padang, tanpa mengetahui siapa sebenarnya yang telah menanak nasi dan memasak lauk pauk yang begitu nikmat serta lezat untuk disantap dan dinikmati. Tanpa perlu mempertanyakan siapa koki atau juru masaknya?
Dan sekarang, sebuah gedung yang berdiri megah, yang dari luar tampak seperti fasad Rumah Makan Padang di Kota Malang, di dalamnya sedang bergejolak dalam kebimbangan Pancaroba Kekuasaan yang dipenuhi tarik ulur kepentingan yang tidak berpihak untuk membela Ekosistem Ekonomi Kreatif demi masa depan Kota Malang.
Namun, saya secara pribadi mempunyai keyakinan, bahwa “Arek-Arek Iku” pasti bisa memenangkan pertempurannya untuk membangun masa depan Kota Malang. Karena saya tahu betul, dan berani bersaksi, bahwa “Arek-Arek Iku” benar-benar mencintai Kota Malang dengan segenap hati, jiwa dan raganya.
Masa depan Kota Malang adalah milik mereka, bukan milik siapapun nanti yang akan menjadi Walikota Malang atau siapapun yang menjadi anggota DPRD Kota Malang. Karena jabatan pasti ada batasannya. Sedangkan Panggilan Salam Satu Jiwa yang berada di dalam setiap diri “Arek-Arek Iku” selalu digelorakan dari generasi ke generasi. Itulah kenapa saya sangat meyakini bahwa “Arek-Arek Iku” pasti menang!
Semangat Rek! Semangat!
Iki Kota Malang Kita!
Getno Wis!
I Feel U!